dua hari terakhir, hati saya terganggu oleh sebuah pertanyaan aneh tentang #kebaikan.
seseorang bertanya kepada saya tentang #kebaikan yang menrutnya tak pernah ia lakukan kepada saya. benarkah itu?
Benarkah “ia” tidak melakukan #kebaikan kepada saya? Atau memang saya harus menuliskannnya (kembali) satu persatu?
#kebaikanmu adalah mau mendengarku pada awal perjumpaan kita
#kebaikanmu adalah engkau memenuhi harapku untuk duduk pada di sebuah posisi. Terlepas dari motif apapun yang menjadi pijakanmu, engkau telah memenuhinya!
#kebaikanmu adalah (pernah) setia di ujung telepon mendengar ocehanku, meski pada akhirnya aku tahu sesungguhnya engkau tak mau mendengarnya
#kebaikanmu adalah mau bekerja bersama aku yang sedikit pengalaman ini, dalam sebuah perhelatan agung.
#kebaikanmu adalah mau menegurku dengan baik, demi kebaikan banyak orang, demi suksesnya perhelatan agung tersebut.
#kebaikanmu adalah menyadarkanku terhadap kesalahanku hingga pecah tangisku, demi suksesnya perhelatan agung tersebut.
#kebaikanmu adalah perkenananmu menerima kehadiranku di antara waktumu yang begitu sempit, meski hanya beberapa detik
#kebaikanmu adalah menerima apa yang kuberikan kepadamu dengan penuh ridla. (ingat, ada tipe org yang menerima tetapi tidak dengan ridla).
#kebaikanmu adalah mempercayaiku untuk menjadi pendengar kisah-kisahmu. ini adalah salah satu #kebaikanmu terbesarmu!
dan #kebaikan terbesarmu adalah mempercayaiku sebagai pembantu dalam memohonkan doa-doamu kehadirat-Nya.
demikian, sedikit di antara #kebaikanmu kepada diriku. masihkah kau menyangkal dengan redaksi “tak pernah berbuat baik”?
aku bersyukur masih dikaruniai ingatan untuk mengingat #kebaikan orang lain, utamanya #kebaikan darimu. jgn menyangkal. please!
demikian curahan hati saya yang terpendam beberapa hari terakhir. tentang #kebaikan seseorang kepada diriku. #the_end